![]() |
Sumber Gambar: Info Bisnis Bekicot |
Jum’at (23/12), Eyang blog mendapatkan pesan WA dari
teman Fak. Teknik UNIPDU Jombang. Pesan tersebut berisikan pembahasan fiqih mengenai hukum bekicot. Tidak lama setelah itu,
eyang blog berpendapat, halal hukumnya. Namun, temannya menawarkan
jawaban lain, maka eyang blog meminta waktu untuk mencari referensi dan alasan
dari jawaban yang ditawarkan eyang blog.
Sebelum membahasnya, alangkah baiknya bila mengetahui
apakah hewan bekicot itu. Bekicot atau Achatina fulica adalah siput atau keong
racun, atau keong sawah, atau keong emas darat yang tergolong dalam suku achatinidae. Bekicot berasal dari Afrika Timur dan menyebar ke
hampir semua penjuru dunia akibat terbawa dalam perdagangan. Bekicot termasuk golongan
hewan lunak (mollusca) yang termasuk dalam gastropoda. Badannya
lunak dan dilindungi oleh cangkang yang keras. Jenis hewan ini tersebar di
laut, air tawar, dan daratan yang lembab. Menurut habitatnya, bekicot dibedakan
menjadi 2: habitat di kebun, biasanya Spesies Helix sp, Achatina Sp, dan habitat
di sawah, biasanya keong mas, tutut dan bekicot.[1]
Sebelumnya, Eyang blog membuka beberapa situs untuk
mengetahui perbedaan pendapat yang ada di Indonesia. Seperti dilansir Detik
(19/08/2011), Tim LPPOM MUI menjelaskan. "Tentang keong ini sesungguhnya
tidak ada dalil khusus dari al-Qur'an maupun Hadits yang menyatakan halal
maupun haram untuk dimakan. Ada beberapa kaidah yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yakni 'asal segala sesuatu adalah halal' yang didasarkan pada: Firman
Allah; 'Dialah yang telah menciptakan untukmu segala apa yang ada di bumi
semuanya' (QS. Al-Baqarah: 29). Berdasarkan kaidah di atas maka keong termasuk
halal," jelas tim LPPOM MUI.[2]
Keputusan dari tim LPPOM MUI ini sebelum adanya fatwa
resmi dari MUI. Namun, pada tahun 2012, melalui Komisi Fatwanya, MUI memutuskan, bahwa
mengkonsumsi bekicot sebagai makanan hukumnya haram. “Hukum memakan bekicot
adalah haram,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam saat berbincang,
Rabu (20/3/2013). Niam menjelaskan, bekicot merupakan salah satu jenis hewan
yang masuk kategori hasyarat. Nah sesuai ajaran Islam, hukum memakan hasyarat
adalah haram. Demikianlah yang dilansir arrahmah.com (20/03/2013).[3]
Disini, eyang blog akan mengambil jalan tengah dari perbedaan
pendapat diatas. Diatas telah dijelaskan, bahwa bekicot memang terbagi dua: ada
yang hidup di air juga ada yang hidup didarat. Dalam kitab I’anah
at-Tholibin dijelaskan, menurut Imam Nawawy, pendapat yang shohih dan
mu’tamad (yang bisa dijadikan pijakan) adalah semua hewan yang hidupnya di
air terkecuali katak hukumnya halal dikonsumsi tanpa harus disembelih. Sedangkan
hewan selain katak yang diharamkan oleh banyak ulama’ itu dikarenakan
membahayakan atau karena racun yang ada dalam hewan tersebut.[4]
Kemudian, hewan apakah yang dianggap hidup di air?. Hewan
yang hidup di air adalah hewan yang hanya bisa hidup di air seperti ikan, dan
hewan yang hidup di dua alam (air dan darat) seperti katak.[5]
Dengan mendasarkan keterangan tersebut bisa disimpulkan,
bahwa bekicot hukumnya halal dikonsumsi, walaupun bila bekicot tersebut bisa
hidup dua alam. Tentu, selama bekicot tersebut tidak membahayakan.
Kemudian, bagaimana dengan bekicot yang hidup di darat
saja?. Bekicot yang hidup didarat termasuk dalam
kategori hasyarat. Sesuai hasil bahtsul masail PCNU Probolinggo
yang meruju’ pada kitab Al-Madzahibul Arba’ah, hukum bekicot adalah
halal. Karena, hewan hasyarat yang sudah dikonsumsi banyak manusia
selama tidak membahayakan hukumnya halal.[6]
Namun, sebagaimana tujuan eyang blog yaitu mengambil
jalan tengah, alangkah baiknya bila kita mendasarkan referensi yang ada dalam
buku kumpulan ibarat karya santri Ploso, kediri. Yaitu, walaupun bekicot
itu halal, seyogyanya kita berhati-hati (ihtiyath).[7]
Bila kondisi tidak membutuhkan, tidak perlu mengonsumsi bekicot.
والله اعلم بالصواب
[1]
Rinrin Wirianti, Formulasi Sediaan Sabun Mandi Padat Mengandung Lendir
Bekicot (Achatina fulica Bowdich) sebagai Pelembut Kulit, Skripsi, tidak
diterbitkan, (Bandung: Universitas Islam Bandung, 2015), hlm.04.
Muhammad Riswan, Pembuatan Kitosan dari Limbah
Cangkang Bekicot dengan Variasi Konsentrasi Natrium Hidroksida (NaOH) pada
Tahap Deasetilasi, Laporan Akhri DIII, tidak diterbitkan, (Palembang:
Politeknik Negeri Sriwijaya, 2014), hlm.20-21.
[4] Abu
Bakar Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Tholibin, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut,
2009, vol. II, hlm. 588-589.
قال في المجموع: الصحيح المعتمد أن جميع ما في البحر يحل ميتته إلا الضفدع، ويؤيده نقل ابن الصباغ عن الاصحاب
حل جميع ما فيه، إلا الضفدع.
______________
(قوله: قال في المجموع إلخ) عبارة فتح الجواد: ونازع في ذلك في المجموع،
فقال: الصحيح المعتمد، أن جميع ما في البحر يحل ميتته، إلا الضفدع. وحمل ما ذكروه من السلحفاة والحية أي التي
لا اسم لها لحرمة ذات السم مطلقا، والنسناس على غير ما في البحر. اه. (قوله: أن جميع ما في البحر يحل ميتته) أي
لقوله تعالى: * (أحل لكم صيد البحر وطعامه) * ولقوله - صلى الله عليه وسلم -: أحلت
لنا ميتتان: السمك، والجراد. وقوله - صلى الله
عليه وسلم -: هو الطهور ماؤه، الحل ميتته.(قوله: إلا الضفدع) قال في التحفة: أي وما
فيه سم.(قوله: ويؤيده) أي
ما اعتمده في المجموع.(قوله: حل جميع ما فيه) أي في البحر.
[5]
Abu Bakar Syatha al-Dimyathi, Op.Cit., vol:II, hlm:587.
ويحرم من الحيوان البحري: ضفدع، وتمساح،
وسلحفاة، وسرطان.
لا قرش، ودنليس على الاصح فيهما.
______________
(قوله: ويحرم من الحيوان البحري الخ) مقابل
قوله من الحيوان البري، لكن كان الأنسب في المقابلة أن يقول: ومن الحيوان البحري كل
ما فيه، ما عدا كذا وكذا. والمراد من الحيوان
البحري في كلامه كل ما يوجد في البحر سواء كان لا يعيش إلا فيه، أو كان يعيش فيه وفي
البر كالضفدع، وما ذكر بعده.
[6] Al-Madzahibul
Arba’ah, Juz II Halaman 3
ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻛﻞ ﺍﻟﺤﺸﺮﺍﺕ ﺍﻟﻀﺎﺭﺓ … ﺍﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﺍﻋﺘﺎﺩ ﻗﻮﻡ
ﺍﻛﻠﻬﺎ ﻭﻟﻢ ﺗﻀﺮﻫﻢ ﻭﻗﺒﻠﺘﻬﺎ ﺍﻧﻔﺴﻬﻢ , ﻓﺎﻟﻤﺸﻬﻮﺭ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﺍﻧﻬﺎ ﻻﺗﺤﺮﻡ (ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻻﺭﺑﻌﺔ
, ﺍﻟﺠﺰﺀ ٢ ﺹ ٣(
PC LBM NU Kab. Probolinggo (http://pustaka.islamnet.web.id/Bahtsul_Masaail/BM%20Campuran/BM%20PCNU%20Probolinggo_55.htm)
[7] Fraksi
Fathil Wahhab ’06, Kumpulan Ibarat Hadza Min Ziyadati, Kediri: PP. Al
Falah Ploso Mojo, 2008, hlm: 207.
فعلى كلام المجموع وابن عدلان وائمة عصره
والدميري والشهاب الرملي ومحمد الرملي والخطيب في المغني فالرميسي والتوتوت
والكييوع حلال لأنها الدنبلسي الذي اتفقوا على حله وداخل في انواع الصدف الذي ظاهر
كلام المجموع على حله. وعاى كلام ابن عبد السلام والزركشي وابن حجر في الفتاوى
الكبرى والتحفة فالمذكورات حرام. فيجوز للناس اكلها تقليدا للذين قالوا بحله
والأولى تركه احتياطا.
0 komentar:
Post a Comment