![]() |
Sebenarnya eyang blog sudah agak lama ingin ng-publish
coretan ini. Karena disibukkan oleh malas, akhirnya coretan ini
terbengkalai. Sibuk kok sibuk malas ha ha ha. Coretan ini bisa terpublish
ketika ada teman santri yang upload foto bersama lawan jenis. Walaupun ternyata yang diupload termasuk muhrimnya, karena sebelumnya eyang blog memang belum tahu, eyang blogpun tetap memberi pemahaman,
bahwa tidak sembarang upload foto bersama lawan jenis diperbolehkan, seperti
upload foto pacaran. Upload
foto pacaran dilarang, karena termasuk menyatakan maksiat secara terbuka.[1] Ya akhirnya, Anda sebagai pembaca bisa
menikmati coretan ini juga.
Coretan
ini bersifat umum untuk semua pembaca. Namun, bila pembaca adalah seorang
santri, sangat perlu memperhatikan ini, karena banyak kalangan santri yang
belum tahu. Kenapa sangat perlu? Karena yang dikhawatirkan dari upload foto pacaran adalah umumnya orang awam yang melihat akan berbenak: "Santri aja
seperti itu, tentu kita lebih boleh", dan kalau sesama santri yang
melihat, ditakutkan akan menganggap biasa perbuatan demikian. Sehingga, maksiat
tidak dianggap tabu oleh semua kalangan.
Melihat alasan hikmah
ini, sangat pantas
bila Imam Ghozaly mengungkapkan,
ketika orang ditanya "Apakah kamu )pernah( melakukan zina?", dia boleh berbohong dengan menjawab "Tidak". Alasan yang diutarakan Imam
Ghozaly adalah memperlihatkan keburukan termasuk keburukan lain.[2]
Anjuran syariat ini diiyakan oleh pengetahuan modern.
Dalam keilmuan kedokteran, orang bisa meniru orang lain karena didalam otak
terdapat sel cermin (mirror cell). Neuron cermin adalah neuron yang mencerminkan gerakan
orang lain. Bagian otak inilah yang terlibat langsung ketika manusia belajar
sosial seperti saling mengenal, seorang anak mencontoh perilaku orang tuanya
dan lain sebagainya. Dengan neuron ini, orang bisa meniru bahasa, perasaan,
ekspresi, dan emosi orang lain.[3] Sehingga,
menurut eyang blog, terciptanya budaya, misal pacaran, pada suatu masyarakat juga dikarenakan adanya sel cermin
ini. Bagaimana? Anjuran syari’at sangat indah
bukan?.
Kalau
dari eyang blog pribadi, memanglah budaya pacaran sulit dibendung, tapi
setidaknya jangan dipublikasikan ke publik, agar setidaknya tidak membuat
orang lain meniru. Juga, agar tidak menambah poin-poin dosa tanpa terasa. Kok bisa? Karena
ketika foto pacaran diupload, kemudian dilike oleh orang lain, maka mereka
termasuk dalam kategori ridho dengan perbuatan munkar. Padahal ridho dengan
perbuatan munkar tidaklah diperbolehkan. (Baca: Hukum Upload Foto, Update Status, Nge-like dan Komentar) Sedangkan pengupload fotonya adalah
penyebab mereka ridho dengan perbuatan munkar, maka secara tidak terasa ia juga
kecipratan dosa mereka.[4]
Eyang blog sengaja menyebut orang yang tidak upload foto
pacaran agak islami, bukan islami murni. Karena, pandangan Islam terhadap perilaku
pacaran yang umumnya diekspresikan pemuda sekarang tidaklah dibenarkan. Sedangkan
letak sisi islami dari orang yang tidak upload foto pacaran adalah karena dia
sudah mematuhi pesan Baginda Nabi SAW berupa larangan membicarakan dan
memperlihatkan perkara maksiat.[5] Jadi,
ketika pelaku pacaran tidak mengupload fotonya dengan berniat menjalankan pesan
Baginda SAW, maka dengan tidak terasa dia mendapatkan pahala.
[1]
Muhammad bin Allan as-Shodiqy as-Syafi’iy, Dalil al-Falihin, Beirut: Dar
al-Kutub al-Araby, Vol:III, hlm: 39-40.
قال ابن بطال: في الجهر بالمعصية استخفاف
بحق الله ورسوله، وبصالحي المؤمنين، وفيه ضرب من العناد لهم وفي التستر بها السلامة
من الاستخفاف، لأن المعاصي تذلّ فاعلها من إقامة الحد عليه إن كان فيها حد، ومن التعزير
إن لم توجب حداً، وإذا تمحض حق الله وهو أكرم الأكرمين، فكذا إذا ستره في الدنيا لم
يفضحه في الآخرة والذي يجاهر بها يفوته جميع ذلك، والحديث مصرّح بذمّ من جاهر بالمعصية،
فيستلزم مدح من تستر، وستر الله مستلزم لستر المؤمن على نفسه. فمن قصد إظهار المعصية
والمجاهرة بها فقد أغضب ربه فلم يستره. ومن قصد التستر بها من الله عليه بستره إياها
اهـ. ملخصاً من «فتح الباري»
[2]
Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozay, Ihya’ ‘Ulum al-Din, Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2013. Vol: III, hlm. 186.
فهذه الثلاث ورد فيها صريح الاستثناء وفي معناها ما عداها إذا ارتبط به مقصود صحيح له أو لغيره أما ماله فمثل أن يأخذه ظالم ويسأله عن ماله فله أن ينكره أو يأخذه سلطان سأله عن فاحشة بينه وبين الله تعالى ارتكبها
فله أن ينكر ذلك فيقول ما زنيت وما سرقت وقال صلى الله عليه وسلم من ارتكب شيئا من
هذه القاذورات فليستتر بستر الله وذلك أن إظهار الفاحشة فاحشة أخرى فللرجل أن يحفظ
دمه وماله الذي يؤخذ ظلما وعرضه بلسانه وإن كان كاذبا
[3] Mustamir Pedak, Dahsyatkan Otak dengan
Shalat,Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011, hlm. 118.
Encik Riza
Citrayanti dan Rr. Nanik Setyowati, “Keikutsertaan LSM Tesa 129 dalam Mengurangi
Kekerasan Seksual pada Anak Di Kota Surabaya”. Kajian Moral dan
Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, 815.
Renanda
Adhi Nugraha,”Konsumerisme dan Media Digital”. Promedia, Volume I, No 2,
2015, 41.
[4] Kaedah Fiqih:
للوسائل حكم المقاصد
إسعاد الرفيق الجزء الثانى ص : 127
(و) منها (الإعانة على المعصية) أى على معصية من معاصى الله بقول أو فعل أو غيره ثم إن كانت المعصية كبيرة كانت الإعانة عليها كبيرة كذلك كما فى الزواجر قال فيها وذكرى لهذين أى الرضا بها والاعانة عليها بأى نوع كان ظاهر معلوم مما سيأتى فى الأمر بالمعروف والنهى عن المنكر اهـ
Eyang blog e ngomong e awak e dewe ��
ReplyDeletemana bang, iku mah cuman foto hewan saja....
ReplyDelete