![]() |
Sumber Gambar: Iain Padang |
Sebelum bola mata ditenggelamkan oleh kelopaknya, penghuni
blog ini berbincang-bincang berbagai masalah dengan temannya di musala
pesantren al-Ma’ruf Gebangmalang. Setelah agak lama, salah satu temannya punya permasalahan
yang dialami keluarganya. Temannya bercerita, bahwa keluarganya ada yang pernah
melakukan akad nikah tidak seperti pada umumnya.
Dalam akadnya, calon suami tidak menyebutkan maharnya, hanya berucap “qobiltu nikaahaha” (saya
terima nikahnya). Temannya bimbang, apakah sah akad keluarganya tersebut. Ketika ditanya alasannya oleh penghuni blog, keluarganya
melakukan demikian agar tidak kesuen (kelamaan).
Akhirnya, diskusipun dimulai, namun belum bisa memastikan jawabannya. Seperti
alasan biasanya, belum ada referensi yang dijadikan pijakan. Cukup lama belum
terselesaikan diskusi tersebut. Namun yang terpenting, kami tidak
melupakan. Kami menemukan jawaban beserta referensinya dari kitab fath al-mu’in
karya Syeikh Zainudin al-Malibary. Berikut ibaratnya:[1]
( فرع ) لو قال الولي زوجتكها بمهر كذا فقال الزوج قبلت نكاحها ولم يقل على هذا الصداق صح النكاح بمهر المثل خلافا للبارزي
Dengan
mendasarkan kitab tersebut bisa disimpulkan, bahwa akad nikah keluarga teman
penghuni blog tetap sah. Hanya saja, maharnya adalah mahar mitsl. Mahar mitsl adalah mahar yang biasa
diberikan pada perempuan yang sederajat dengan istri, atau dengan melihat
kerabat-kerabatnya.[2]
Jadi, bila perempuan yang sederajat dengan istri atau kerabat-kerabatnya
diberi Rp. 200.000 sebagai maharnya, maka mahar untuk istri dari keluarga
temannya Rp.200.000 juga.
0 komentar:
Post a Comment