![]() |
Sumber Ilustrasi: wdcadvocates |
Dengan merasakan betapa menderitanya menahan lapar dan dahaga selama berpuasa, akan menumbuhkan rasa kasih sayang, solidaritas, dan kepedulian sosial terhadap nasib mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Kelaparan dan kehausan hanya dirasakan selama satu bulan, padahal orang-orang yang hidup serba kekurangan merasakannya sepanjang tahun. Perasaan ini akan mendorong seseorang untuk bersedekah dan menghilangkan sikap individualiasnya sehingga tercipta hubungan harmonis antar orang kaya & miskin.
Dengan berpuasa, kepedulian akan nasib orang-orang miskin ini tidak sekedar aksi kampanye / slogan saja, namun diwujudkan dengan merasakan secara langsung penderitaan yang mereka alami sehari-hari.
Nabi Yusuf as. di tanya, ”mengapa engkau rela merasakan lapar, padahal engkau telah memiliki kekayaan dunia? ”
Beliau menjawab, “aku takut bila aku kenyang, maka aku akan lupa kepada orang yang lapar.”
Nabi muhammad saw bersabda:
“Bukan mukmin sejati orang yang dalam kondisi kenyang sedang tetangganya yang ada di sampingnya dalam kondisi kelaparan” (H.R Al buqari No.20.160).
Dengan merasakan penderitaan tidak makan dan minum selama berpuasa, mereka yang dianugerahi kelebihan berupa jabatan, kekuatan, dan harta, akan menyadari bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan antara dirinya dengan orang-orang lemah, fakir, dan miskin. Sebab, kapanpun Allah swt menghendaki, anugerah berupa jabatan dan kekayaan dapat dicabut dari tangannya setiap saat. Mereka akan menjadi makhluk yang lemah, kecil dan meminta-minta belas kasihan dari orang lain.
Dengan puasa seseorang akan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari sebuah masyarakat. Hidup bersama, bersanding, dan berkumpul dengan mereka. Lapar bersama mereka, berbuka bersama mereka, dan menghadiri salat Id bersama mereka. Oleh karena itu, mereka akan segera tahu apa kebutuhan mereka, seberapa miskin mereka, & bagaimana kelaparan menggigit mereka. Andaikan tidak ada puasa, adakah mereka akan ingat akan hal-hal demikian?
Hati orang yang berpuasa adalah hati yang paling tinggi dan mulia. Paling dermawan dan paling dekat terhadap orang lain. Generasi Islam awal, seperti Nabi Muhammad saw., bila telah datang bulan Ramadan, maka ia bagaikan angin yang berhembus bebas dalam menebarkan pemberian.
Dewi Aisyah r.A. dalam sehari pernah menginfakkan 100 ribu dirham kepada kaumnya, sedang ia dalam kondisi sedang berpuasa dan hanya memakai pakaian yang lusuh. Pembantunaya berkata, “mengapa tdak kau sisakan untuk berbuka hari ini?” Aisyah berkata, “andai saja kau mengingatkan aku, pastilah aku sisakan”.
Demikian gambaran generasi Islam pertama. Bagaimana mereka melupakan dirinya dan mengedepankan kepentingan orang lain. Demikianlah gambaran hati yang mendapatkan pencerahan sebagai buah dari puasa yang di lakukannya.
Ketika puasa mengajarkan sikap amanah bagi pelakunya, dan penundukan kehendak nafsu (terutama pada 3 kebutuhan pokok : makan, minum, dan seks) kepada pertimbangan kebaikan sosial. Karena, kebaikan sosial sangat tergantung pada dua hal ketertiban umum yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan ketertiban pribadi yang menjadi tanggung jawab setiap individu.
Dasar kejelekan adalah kecenderungan materialis duniawi, yang sering mengundang perselisihan. Maka nafsu harus diletakkan pad posisi tengah (wasth) dengan pengawasan akal, agar tidak mudah terombang-ambing gelombang godaan. Puasa yang memiliki efektifitas melemahkan nafsu sangat baik untk membantu merendam gejolak duniawi yang pada tataran tertentu dapat mengganggu stabilitas umum.
Sumber: Forum KALIMASADA, Kearifan Syari'at, Surabaya: Khalista.
0 komentar:
Post a Comment